Drama penjara sudah bolak-balik
dibuat sementara di tempat terpisah kita juga sering melihat drama
tentang relasi ayah-anak, tetapi apa yang ditawarkan David Mackenzie ini
terbilang berbeda ketika sutradara Perfect Sense itu menggabungkan kedua tema yang sebenarnya bertolak belakang menjadi kesatuan yang tak terpisahkan.
Ya, Starred Up menyajikan sebuah cerita tentang hubungan ayah-anak dari balik jeruji penjara, tetapi ini bukan seperti Miracle on Cell No.7 dari Korea Selatan yang cengeng itu, sebaliknya ada banyak kekerasan brutal dan serbuan kata-kata “c*nt” dan *f*ck”
yang tak terhitung jumlahnya mengiringi perjalanan pendewasaan
karakternya. Dalam kasus ini ada Eric Love (Jack O’Connel) pemuda 19
tahun yang diberi lebel ‘starred up’ karena “prestasinya” masuk
penjara dewasa yang sebenarnya bukan tempatnya akibat perilaku
merusaknya yang luar biasa untuk ukuran remaja.
Dari adegan pembukaannya yang cukup
tenang, penontonnya bisa melihat bahwa Eric tahu benar apa yang harus
diakukannya. Dari menyiapkan senjata, bagaimana menyembunyikannya dan
bagaimana cara menghadapi sipir-sipir yang hendak meringkusnya,
seakan-akan ia sudah sering keluar masuk penjara. Di sayap penjara yang
sama ada Neville Love (Ben Mendelsohn) yang tidak lain tidak bukan
adalah ayah Eric. salah satu narapidana senior yang punya pengaruh
besar. Apapun kejahatan yang sudah dilakukan Neviile dan seberapa besar
ia ditakuti, ia tetaplah adalah seorang ayah, ayah yang peduli dan
sayang pada putranya, jadi ia akan melakukan apapun agar penjara tidak
menghacurkan dirinya, termasuk dengan memaksa Eric untuk menghadiri grup
diskusi yang dipimpin oleh terapis kharismatik Oliver Baumer (Rupert
Friend).
Sebagai sebuah film penjara, Starred Up
punya segalanya, dari ruang sel sempit, narapidana pemarah, kerusuhan,
kekerasan sampai kepala sipir korup dan sebagai sebuah drama ayah-anak
ia juga punya sisi emosionalnya sendiri yang ditopang dari
karakterisasinya yang sama kuatnya. Starred Up bisa bekerja
dengan solid karena David Mackenzie tahu betul mengolah naskah
cerdas Jonathan Asser, penulis naskah yang juga mantan kosultan penjara
menjadi sebuah perjalanan mencari jati diri seorang anak manuusia dari
tempat terburuk yang tersaji secara natural tanpa mengobral melodrama.
Pengunaan kamera genggam menghasilkan nuasa realis, menangkap sempitnya
sel-sel penjara yang terbungkus tembok tebal, menyorot setiap emosi dari
wajah keras Jack O’Connel yang lagi-lagi tampil luar biasa sebagai
pemuda pemarah setelah Eden Lake dan Harry Brown.
Pengembangan karakter adalah bagian terpenting dari Starred Up.
Melihat bagaimana sebuah proses seorang Eric Love yang ganas mencoba
berdamai dengan dirinya sendiri melalui bantuan sang terapis dan sesama
napi senasib yang peduli. Seperti yang saya bilang, Starred Up
tidak menjual melodrama. Memang ada proses, tetapi Mackenzie tidak
menghadirkan keajiban instan. sebaliknya ia membiarkan semuanya berjalan
alami, membiarkan setiap kejadian penuh adrenalin dan momen yang
berujung perkelahian, penenggelaman di jamban sampai gigitan di alat
kelamin membentuk diri Eric Love, ia belajar dari setiap perbuatannya,
ia belajar dari sesama napi yang punya kasus sama dengan dirinya untuk
memunculkan apa yang disebut dengan “kepercyaan”. Berhasil atau tidak ia
menjadi pribadi yang lebih baik tetap dikembalikan kepada dirinya
sendiri dan sebagai penonton kita akan menjadi saksi ke mana karakter
Eric berjalan sampai akhir film. Tetapi punch line-nya sekali lagi tetap berada pada koridor father-son relationship
yang kuat dan tak lekang bahkan oleh tempat terburuk sekalipun. Ini
adalah elemen paling kuat yang menggerakan narasinya pada akhirnya,
sebuah momen emosional mendebarkan adalah klimaks dari Starred Up,
kejadian itu seperti sebuah kulminasi dari peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang diperkuat oleh performa hebat Ben Mendelsohn sebagai
ayah yang harus mengorbankan segalanya demi sang putra, termasuk egonya
sebagai napi paling disegani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar