STARRED UP (2014) REVIEW

Starred Up (2014)

Drama penjara sudah bolak-balik dibuat sementara di tempat terpisah kita juga sering melihat drama tentang relasi ayah-anak, tetapi apa yang ditawarkan David Mackenzie ini terbilang berbeda ketika sutradara Perfect Sense itu menggabungkan kedua tema yang sebenarnya bertolak belakang menjadi kesatuan yang tak terpisahkan.

Ya, Starred Up menyajikan sebuah cerita tentang hubungan ayah-anak dari balik jeruji penjara, tetapi ini bukan seperti Miracle on Cell No.7 dari Korea Selatan yang cengeng itu, sebaliknya ada banyak kekerasan brutal dan serbuan kata-kata “c*nt” dan *f*ck” yang tak terhitung jumlahnya mengiringi perjalanan pendewasaan karakternya. Dalam kasus ini ada Eric Love (Jack O’Connel) pemuda 19 tahun yang diberi lebel ‘starred up’ karena “prestasinya” masuk penjara dewasa yang sebenarnya bukan tempatnya akibat perilaku merusaknya yang luar biasa untuk ukuran remaja.
Dari adegan pembukaannya yang cukup tenang, penontonnya bisa melihat bahwa Eric tahu benar apa yang harus diakukannya. Dari menyiapkan senjata, bagaimana menyembunyikannya dan bagaimana cara menghadapi sipir-sipir yang hendak meringkusnya, seakan-akan ia sudah sering keluar masuk penjara. Di sayap penjara yang sama ada Neville Love (Ben Mendelsohn) yang tidak lain tidak bukan adalah ayah Eric. salah satu narapidana senior yang punya pengaruh besar. Apapun kejahatan yang sudah dilakukan Neviile dan seberapa besar ia ditakuti, ia tetaplah adalah seorang ayah, ayah yang peduli dan sayang pada putranya, jadi ia akan melakukan apapun agar penjara tidak menghacurkan dirinya, termasuk dengan memaksa Eric untuk menghadiri grup diskusi yang dipimpin oleh terapis kharismatik Oliver Baumer (Rupert Friend).
Sebagai sebuah film penjara, Starred Up punya segalanya, dari ruang sel sempit, narapidana pemarah, kerusuhan, kekerasan sampai kepala sipir korup dan sebagai sebuah drama ayah-anak ia juga punya sisi emosionalnya sendiri yang ditopang dari karakterisasinya yang sama kuatnya. Starred Up bisa bekerja dengan solid karena David Mackenzie tahu betul mengolah naskah cerdas Jonathan Asser, penulis naskah yang juga mantan kosultan penjara menjadi sebuah perjalanan mencari jati diri seorang anak manuusia dari tempat terburuk yang tersaji secara natural tanpa mengobral melodrama. Pengunaan kamera genggam menghasilkan nuasa realis, menangkap sempitnya sel-sel penjara yang terbungkus tembok tebal, menyorot setiap emosi dari wajah keras Jack O’Connel yang lagi-lagi tampil luar biasa sebagai pemuda pemarah setelah Eden Lake dan Harry Brown.
Pengembangan karakter adalah bagian terpenting dari Starred Up. Melihat bagaimana sebuah proses seorang Eric Love yang ganas mencoba berdamai dengan dirinya sendiri melalui bantuan sang terapis dan sesama napi senasib yang peduli. Seperti yang saya bilang, Starred Up tidak menjual melodrama. Memang ada proses, tetapi Mackenzie tidak menghadirkan keajiban instan. sebaliknya ia membiarkan semuanya berjalan alami, membiarkan setiap kejadian penuh adrenalin dan momen yang berujung perkelahian, penenggelaman di jamban sampai gigitan di alat kelamin membentuk diri Eric Love, ia belajar dari setiap perbuatannya, ia belajar dari sesama napi yang punya kasus sama dengan dirinya untuk memunculkan apa yang disebut dengan “kepercyaan”. Berhasil atau tidak ia menjadi pribadi yang lebih baik tetap dikembalikan kepada dirinya sendiri dan sebagai penonton kita akan menjadi saksi ke mana karakter Eric berjalan sampai akhir film. Tetapi punch line-nya sekali lagi tetap berada pada koridor father-son relationship yang kuat dan tak lekang bahkan oleh tempat terburuk sekalipun. Ini adalah elemen paling kuat yang menggerakan narasinya pada akhirnya, sebuah momen emosional mendebarkan adalah klimaks dari Starred Up, kejadian itu seperti sebuah kulminasi dari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang diperkuat oleh performa hebat Ben Mendelsohn sebagai ayah yang harus mengorbankan segalanya demi sang putra, termasuk egonya sebagai napi paling disegani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

notifikasi
close