Kita mengenal bagaimana cinta mati Timothy Tjahjanto dan Kimo Stomboel a.k.a The Mo Brothers dengan darah dan gore. Kebrutalan yang dihadirkan dalam film pendek dan panjang Rumah Dara sudah menjadi
bukti bahwa mereka memang “sakit” dan tahu benar bagaimana menunjukan
kecintaan mereka di genre. Bahkan tanpa seorang Kimo, Timothy Tjahjanto
pun bisa unjuk gigi dalam dua omnibus horor internasional, V/H/S 2- bersama Gareth Evans- dan The ABC’s of Death dengan menghadirkan segmen paling sinting- Safe Haven dan Libido-
yang membuat karya-karya koleganya, sesama sineas horor manca negara
terasa seperti sajian amatiran. Jadi tentu saja kita akan menunggu
kehadiran Killers
, proyek ambisius meraka yang sudah berhembus kencang pasca kesuksesan Rumah Dara. Apalagi seperti yang kita tahu, Killers juga tidak hanya mendapatkan dukungan penuh dari rumah produksi lokal seperti Guerilla Merah Films dan PT. Merantau Films yang sudah melahirkan tontonan dahsyat macam The Raid, namun juga ada nama besar Nikkatsu Corporation, salah satu rumah produksi bergengsi Jepang di belakangnya.
Jadi bersama dukunan dana berlipat-lipat
dan setting yang jauh lebih luas dari kediaman Ibu Dara, duo Mo akan
membawa kita lebih jauh dalam dari sekedar sajian tebas-menebas,
tusuk-menusuk dan gergaji-mengergaji. Skalanya lebih besar dari Rumah Dara, melibatkan dua lokasi berbeda, dua kota besar, dua negara; Tokyo dan Jakarta, dan temanya pun juga bergeser dari horor slasher menuju ke thriller psikologis. Yap, Timo dan Kimo akan
memberikan arti sebenarnya dari thriller psikologis itu ketika mereka
berdua sukses mempengaruhi sisi psikologis penontonnya dengan melakukan
sesuatu yang belum/jarang dilakukan sineas manapun; membawa kita
menjelajahi bagian terdalam dan tergelap dari pikiran seorang pembunuh
berantai, dalam kasus ini ada Nomura Shuhei (Kazuki Kitamura) serial killer
asal Jepang, lalu menjadi saksi bagaimana lahirnya sosok monster dalam
diri Bayu Aditya (Oka Antara), seorang wartawan depresi yang terbentuk
dari dendam, obsesi berlebih dan peristiwa-peristiwa menyakitkan yang
secara tidak langsung telah menghancurkannya dari dalam. Dengan kata
lain, Killers seperti sebuah pedoman dasar dari Mo Brothers
bagaimana rahasianya menjadi seorang pembunuh sejati. Ya, terdengar
provokatif? Memang.
Menyenangkan melihat bagaimana duo Mo naik kelas. Jika Rumah Dara seperti sarana mereka untuk bersenang-senang sekaligus membuktikan kecintaan mereka pada blood and gore, maka Killers adalah bagaimana keduanya melangkah lebih jauh dengan memasukan elemen-elemen brutal penuh darah dan torture porn
itu ke dalam sebuah sajian thriller yang lebih kompleks namun tetap
begitu menyenangkan untuk ditonton bersama balutan sekuen-sekuen
mendebarkan, dari adegan ” threesome” dalam taksi, kabur dari
hotel sampai puncaknya yang melibatkan kepala hancur, tulang patah dan
tangisan minta ampun. Sejak awal Killers dibuka, duo Mo sudah seperti menetapkan nada dasarnya. Ini adalah sajian kelam, mengerikan sekaligus elegan dan stylish. Mungkin dan
membutuhkan sedikit kesabaran apalagi buat penontonnya yang datang
bersama ekpektasi berbeda. Ya, sedikit saja kesabaran untuk bisa
tenggelam ke dalamnya. Killers tidak menawarkan tumpahan darah sebanyak Rumah Dara,
tetapi bagaimana keduanya menempatkan setiap momen kejamnya pada saat
dan waktu yang tepat bersama balutan narasi “sakit”-nya itu yang
menjadikan film yang tayang perdana di ajang Sundance Januari lalu itu terasa istimewa.
Tujuan utama dan paling ‘mulia’ dari sajian thriller psikologis adalah menghadirkan rasa tidak nyaman di benak penontonnya, dan Killers sudah berhasil melakukan itu tidak cuma melalui teror-teror audio-visual disturbing
namun tentu saja melalui proses panjang yang melibatkan relasi
benci-ridu dari dua karakter pembunuh berstatus LDR yang rumit
ini. Nomura Shuhei, seperti yang kita tahu dimainkan apik dan mengerikan
oleh aktor dorama Kazuki Kitamura adalah mesin
pembunuh sempurna. Masa lalu dan kecintaanya pada kakak perempuannya
membentuknya menjadi pembunuh bertopeng “ku klux klan”, singkat kata
kita sudah melihat pembunuh yang sudah jadi dalam diri Shuhei meskipun
dalam perjalannya kita masih akan menemukan pergolakan dalam dirinya
ketika ia mencari jawaban dalam diri seorang penjaga toko bunga
cantik, Hisae Kawahara (Rin Takanashi) dan adik
laki-lakinya yang autis. Sementara di sudut Indonesia ada Oka Antara
yang kebagian peran lebih rumit. Mengisi karkater Bayu Aditya, wartawan
rapuh yang hidup, karir dan pernikahannya dengan Dina (Luna Maya)
yang menghasilkan satu orang putri berantakan setelah ambisinya
mengungkap kasus korupsi seorang penjabat tinggi bernama Dharma (Ray Sahetapy)
gagal total. Dari sebuah peristiwa berdarah di dalam taksi serta
kegemarannya mengakeses situs terlarang yang berisi rekaman-rekamanan
pembunuhan ia bertemu Shuhei, menjalin hubungan guru-murid aneh yang
kemudian perlahan mengeluarkan sisi gelapnya. Ya, Oka Antara mungkin
tidak menampilkan aura seseram Kitamura, tetapi apa yang sudah
dilakukannya dalam menghidupkan karkater Bayu terbilang bagus, tidak
hanya melibatkan fisik namun emosi, air mata dan errr… ingus, meskipun
terkadang terlihat sedikit over dan mengundang tawa namun
secara keseluruhan Oka bagus dalam transisinya menjadi seorang pembunuh
yang masih menyisakan akal sehat dan nurani, sesuatu yang tidak dimiliki
oleh sang mentor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar