Ketimbang bencana-bencana lainnya,
badai angin ribut atau yang dikenal dengan tornado memang terhitung
minim dan seperti dianak tirikan di dunia film, hanya Twister-nya
Jan de Bont yang dibintangi Helen Hunt dan Bill Paxton yang sempat
berjaya dengan dukungan spesial efek canggih dan memboyong hampir
setengah miliar Dollar 1996
silam, setelah itu cerita-cerita tentang
tornado hanya muncul dalam FTV dan beberapa film kelas “dua” (termasuk Sharknado yang fenomenal itu) yang prkatis membuat Twister menjadi abadi sampai hampir dua dekade sebelum akhirnya Into The Strom muncul dengan bencana dan premis yang kurang lebih sama.
Jadi ada badai tornado super dahsyat dan
sekelompok manusia-manusia nekat yang merasa dirinya punya stok nyawa
lebih kemudian memburu si angin puting beliung guna kepentingan
tertentu, ya, Into The Strom memang terlalu mengingatkan kita pada Twister ketika
sekelompok ilmuwan pimpinan Helen Hunt berusaha mengejar Tornado,
memasang sensor padanya atas nama ilmu pengetahuan. Sementara Into The Strom
mencoba membawa narasinya lebih beragam, tidak hanya menghadirkan para
ahli Tornado yang dikomandoi oleh ahli meterologi cantik Allison Stone
(Sarah Wayne Callies) dan rekannya, Pete (Matt Walsh) sang “pengejar
angin” bersama mobil baja modifikasinya, ada juga seorang guru dan single father, Gary
Moris (Richard Armitage) yang berusaha menyelamatkan putranya.
Sementara juga ada subplot lain dari duo sinting korban Youtube yang
ingin mendokumentasikan segala kegilaan mereka, termasuk ketika badai
besar datang.
Dibandingkan Twister, Into The Strom memang menderita banyak di narasinya. Terlalu cheesy
dan klise, penulis naskah John Swetnam memang seperti tidak terlalu
ingin membuat ceritanya terlalu rumit, toh ini adalah jenis film
cenderung untuk “dilihat” ketimbang disimak. Jadi kamu akan menemukan
pengenalan karakter yang kelewat standar dan pergerakan plot yang
terlalu mudah dikenali, singkatnya, lupakan saja ceritanya, setidaknya
meskipun dangkal, ia masih enak dinikmati tentu saja tidak lepas karena
faktor lainnya.
Jika narasinya terlalu biasa, maka lain
halnya dengan pengarapan spesial efek dan rentetan momen aksnya. Di
bawah kendali sutradara Steven Quale yang sebelumnya pernah bekerja sama
dengan James Cameron di dua blockbuster hit, Titanic dan Avatar, Into The Strom memukau,
tampil nyaris tanpa cela ketika mempresentasikan segala kerusakan
dahysat yang ditimbulkan oleh badai angin, mulai dari kategori 3 sampai
yang paling besar, kategori 5. Ya, semua spesial efek yang melibatkan
kehancuran digarap apik. Dukungan teknologi yang semakin canggih membuat
bencananya menjadi semakin nyata, memberikan sebuah sensasi ketegangan
tersendiri ketika melihat para manusia-manusia di dalamnya berjuang
meyelamatkan diri.amukan Tornado yang menyeret segalanya ke dalam
pusaran mematikannya. Tidak ada sapi-sapi malang yang berterbangan,
sebagai gantinya, ada lebih banyak mobil, truk bahkan puluhan pesawat
terbang yang terlempar ke udara. Sementara, untuk memberikan sentuhan
berbeda sekaligus ketegangan maksimal, Swetnam juga menggunakan
kombinasi teknik kamera konvesional yang disandingkan dengan gaya
dokumenter dengan banyak kamera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar